Seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini, tersebutlah suatu konsep aneh yang disebut sebagai KESALEHAN SOSIAL. Istilah ini muncul di tengah masyarakat Indonesia sebagai klaim solusi atas berbagai problematika kontemporer dengan cara mengimplementasikan nilai-nilai Islam substansial dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai universal seperti kejujuran, kesopanan, dan sebagainya diharapkan mampu mengangkat bangsa ini dari keterpurukan jika diterapkan pada semua lini kehidupan.
Masalahnya adalah saleh menurut perspektif siapa yang dijadikan standar ?. Jika kemudian merujuk pada istilah arab shalih yang bisa dipadankan dengan kata “baik”, maka baik menurut versi siapa ?. Apakah kejujuran seorang individu dapat dikatakan sebagai kesalehan sementara pada saat yang sama ternyata individu tersebut meninggalkan seruan Allah dan Rasul-Nya ?. Mungkinkah terwujud suatu kesalehan yang memasyarakat, sementara negara sebagai salah satu subyek pelaksana syari’at menafikkan syari’at itu sendiri sebagai pengatur kehidupan masyarakatnya ?.
Tentu saja, sebagai muslim kita harus menggunakan standar Islam dalam menilai saleh tidaknya perbuatan kita. Orang saleh, tentu saja, adalah orang yang diridhoi Allah karena aktivitasnya yang selalu terikat pada hukum syara’. Oleh karena itu, mewujudkan kesalehan sosial dalam sistem kenegaraan sekuler hanyalah upaya sia-sia yang tidak akan betul-betul mampu memajukan dan memuliakan bangsa ini. Yang ada justru kesalehan sosial dengan penyebutan dalam bahasa betawi yang artinya KESALAHAN SOSIAL, seperti dalam ujaran “Umpame ade SALEH-SALEH kate, maapin aje ye !”.
sumber Catatan Revolusi
Masalahnya adalah saleh menurut perspektif siapa yang dijadikan standar ?. Jika kemudian merujuk pada istilah arab shalih yang bisa dipadankan dengan kata “baik”, maka baik menurut versi siapa ?. Apakah kejujuran seorang individu dapat dikatakan sebagai kesalehan sementara pada saat yang sama ternyata individu tersebut meninggalkan seruan Allah dan Rasul-Nya ?. Mungkinkah terwujud suatu kesalehan yang memasyarakat, sementara negara sebagai salah satu subyek pelaksana syari’at menafikkan syari’at itu sendiri sebagai pengatur kehidupan masyarakatnya ?.
Tentu saja, sebagai muslim kita harus menggunakan standar Islam dalam menilai saleh tidaknya perbuatan kita. Orang saleh, tentu saja, adalah orang yang diridhoi Allah karena aktivitasnya yang selalu terikat pada hukum syara’. Oleh karena itu, mewujudkan kesalehan sosial dalam sistem kenegaraan sekuler hanyalah upaya sia-sia yang tidak akan betul-betul mampu memajukan dan memuliakan bangsa ini. Yang ada justru kesalehan sosial dengan penyebutan dalam bahasa betawi yang artinya KESALAHAN SOSIAL, seperti dalam ujaran “Umpame ade SALEH-SALEH kate, maapin aje ye !”.
sumber Catatan Revolusi
No comments:
Post a Comment